Senin, 06 Maret 2017

Makalah kebudayaan suku dayak




MAKALAH
“KEBUDAYAAN SUKU DAYAK”
(Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Pengetahuan Sosial Semester Genap)
(“..09 FEBRUARI 2017..”)



DISUSUN OLEH :
MAHDI ARIE YOGA                  (XII-Listrik B)
RIZKY NOOR RACHMAN       (XII-Listrik B)
ZULKIFLI                                     (XII-Listrik B)


PEMERINTAH KABUPATEN BALANGAN
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMK NEGERI 1 PARINGIN
TAHUN PELAJARAN 2016/2017




KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
             Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.
 .
         Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan. Sebagai bukti ragam budaya Indonesia yaitu tradisi Tiwah sebagai salah satu kebudayaan masyarakat Dayak Ngaju Propinsi Kalimantan Tengah yangpada mulanya sebuah tradisi kepercayaan masyarakat Kaharingan. Berbagaimacam prosesi yang terjadi pada acara tersebut, diantaranya: Ngayau (penggalkepala), ritual Tabuh (tidak tidur selama dua malam dengan diselingi minuman).       

        Dari uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah yang terkait lebih dengan mengambil judul “Kebudayaan Suku Dayak”.


B.    Pengertian Suku Dayak
                 Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

        Suku Dayak terbagi dalam berbagai sub-suku yang kurang lebih berjumlah 405 sub-suku. Namun, secara garis besar Suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yaitu Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan, dan Punan. Suku Dayak Punan merupakan Suku Dayak yang paling tua mendiami Pulau Kalimantan. Berikut beberapa suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan.


No.
Nama Suku Dayak
Wilayah Penyebaran
1.
Kanayatn
Kalimantan Barat (Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang, sebagian kecil di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau).
2.
Banyadu
Kalimantan Barat (Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten Sanggau).
3.
Punan
Hulu Sungai Kapuas.
4.
Krio
Daerah aliran Sungai Krio, Kabupaten Ketapang.
5.
Iban
Kalimantan Barat, Serawak, dan Brunei.
6.
Ot Danum
Wilayah Pegunungan Schwaner.
7.
Benuaq
Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Samarinda), Kalimantan Tengah (Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Barito Selatan).
8.
Kenyah
Serawak, Kalimantan Timur (Kabupaten Malinau), Kalimantan Barat.
9.
Maayan
Kalimantan Tengah (Kabupaten Barito Timur dan sebagian Kabupaten Barito Selatan), Kalimantan Selatan (Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru).























     












       
   


     Suku Dayak terdiri atas beragam sub-suku yang memiliki dialek bahasanya masing-masing. Secara ilmiah, ada 5 kelompok bahasa yang dituturkan, yaitu Barito Raya, Dayak Barat, Borneo Utara, Dayak Banuaka, Melayik. Selain itu, bahasa Indonesia juga sering digunakan. 


C.   Asal Mula Dan Sejarah Kebudayaan Suku Dayak
         Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak.
       Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.
         Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan diseluruh daerah Kalimantan.
       Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit(Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.
        Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.

D.         Kesenian yang dimiliki suku dayak
  Kebudayaan suku Dayak yang khas membentuk estetika yang tercermin dalambudaya dan keseniannya, meliputi seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa, dan sebagainya.

1. Seni Tari
      Banyaknya suku dan subsuku Dayak menimbulkan beragamnya seni tari tradisional. Secara garis besar, berdasarkan vocabuler tari, bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok. Tarian dengan gerak enerjik, keras dan staccato, adalah ciri kelompok tari Kendayan, yang dimiliki oleh suku Dayak Bukit, Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati, dan lain-lain, di sekitar Pontianak, Landak, dan Bengkayang.Tarian dengan gerak tangan membuka, gerakan halus, adalah ciri vocabuler tari Ribunicatau Bidayuh, yang berkembang di kalangan suku Dayak Dayak Ribun, Pandu, Pompakang, Lintang, Pangkodatan, Jangkang, Kembayan, Simpakang, dan lain-lain, di sekitar Sanggau Kapuas.Tarian dengan gerak pinggul yang dominan adalah ciri tari kelompok Ibanic yang dimiliki suku Dayak Iban, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, dan sebagainya, di sekitar Sanggau, Malenggang, Sekadau, Sintang, Kapuas, dan Serawak. Sedikit lebih halus adalah ciri kelompok Banuaka, yang dimiliki oleh suku Dayak Taman, Tamambaloh, Kalis, dan sebagainya, di sekitar Kapuas Hulu.

2. Seni Musik
        Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak didominasi musik-musik ritual. Musik itu merupakan alat berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada roh-roh. Beberapa jenis alat musik suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukngtuat, pampong, genikng, glunikng, jatung tutup, kadire, klentangan, dan lain-lain. Masuknya Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak, dengan dikenalnya musik tingkilan dan hadrah. Musik Tingkilan menyerupai seni musik gambus dan lagu yang dinyanyikan disebut betingkilan yang berarti „bersahut-sahutan. Dibawakan oleh dua orang pria-wanita dengan isi lagu berupa nasihat, pujian, atau sindiran.

E.    Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan
      Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

    
      Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.
F.     Macam Macam Suku Dayak
               • Suku Dayak Abal
• Suku Dayak Bakumpai
• Suku Dayak Bentian
• Suku Dayak Benuaq
• Suku Dayak Bidayuh
• Suku Dayak Bukit
• Suku Dayak Darat:Dayak Mali
• Suku Dayak Dusun
• Suku Dayak Dusun Deyah
• Suku Dayak Dusun Malang
• Suku Dayak Dusun Witu
• Suku Dayak Kadazan
• Suku Dayak Lawangan
• Suku Dayak Maanyan
• Suku Dayak Mali
• Suku Dayak Mayau
• Suku Dayak Meratus
• Suku Dayak Mualang
• Suku Dayak Ngaju
• Suku Dayak Ot Danum
• Suku Dayak Samihim
• Suku Dayak Seberuang
• Suku Dayak Siang Murung
• Suku Dayak Tunjung
• Suku Dayak Kebahan
• Suku Dayak Keninjal
• Suku Dayak Kenyah
• Suku Dayak Simpangk
• Suku Dayak Kualant
• Suku Dayak Ketungau
• Suku Dayak Sebaruk
• Suku Dayak Undau
• Suku Dayak Desa
• Suku Dayak Iban
• Suku Dayak Pesaguan
• Suku Dayak Lebang



G. Senjata Tradisional Suku Dayak
   Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. Berikut ini adalah senjata-senjata tradisional suku dayak :
1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.
H.    Peninggalan Suku Dayak 

       Salah satu bentuk peninggalan masyarakat Dayak adalah Candi Agung. Bangunan ini merupakan sebuah situs candi Hindu berukuran kecil yang terdapat di kawasan Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Candi ini diperkirakan peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang keberadaannya se-zaman dengan Kerajaan Majapahit. 

       Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Kahuripan yang dibangun oleh Empu Jatmika pada abad XIV Masehi. Dari kerajaan ini kemudian melahirkan kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan Kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di Candi ini juga ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan Candi ini pun masih terdapat di sana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun, bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa. 

I.   Adat Istiadat Suku Dayak


      Salah satu tradisi masyarakat Dayak adalah upacara adat naik dango. Naik dango merupakan apresiasi kebudayaan masyarakat adat Dayak Kanayatn Kalimantan Barat yang rata-rata berprofesi sebagai petani. Makna upacara adat naik dango bagi masyarakat suku Dayak Kanayatn adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Jubata (Tuhan) kepada Talino (manusia) karena telah memberikan padi sebagai makanan manusia. Ritual ini juga sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk menggunakan padi yang telah disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi berkat bagi manusia dan tidak cepat habis. Selain itu, upacara adat ini sebagai pertanda penutupan tahun berladang dan sebagai sarana untuk bersilaturahmi untuk mempererat hubungan persaudaraan atau solidaritas. 

J.       Rumah Adat Suku Dayak

  Rumah Betang atau rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman sku Dayak. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga hingga lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut. 

      Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagai makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama, ataupun latar belakang sosial. 
K.   Tradisi Kebiasaan Suku Dayak

dayak nini

      Seni tato dan telinga panjang menjadi ciri khas atau identitas yang sangat menonjol sebagai penduduk asli Kalimantan. Dengan ciri khas dan identitas itulah yang membuat suku Dayak di kenal luas hingga dunia internasional dan menjadi salah satu kebanggan budaya yang ada di Indonesa. Namun tradisi ini sekarang justru semakin ditinggalkan dan nyaris punah. Trend dunia fashion telah mengikis budaya tersebut . Kalaupun ada yang bertahan, hanya sebagian kecil golongan generasi tua suku Dayak yang berumur di atas 60 tahun. Generasi suku Dayak diatas tahun 80-an bahkan generasi sekarang mengaku malu.
      Di Kalimantan Timur untuk bisa menemui wanita suku Dayak yang masih mempertahankan budaya telinga panjang sangat sulit. Karena kini hanya bisa ditemui dipedalaman Kalimantan Timur dengan menempuh jalur melewati sungai yang memakan waktu berhari-hari. Karena gaya hidup suku Dayak memang lebih akrab dengan hutan maupun gua.
    Untuk melestarikan budaya, tradsi maupun adat suku Dayak Pemerintah Kota Samarinda membangun perkampungan budaya suku Dayak yang diberi nama Kampung Budaya Pampang. Di desa ini ada sekitar 1000 warga suku Dayak yang masih mempertahankan budaya, tradisi maupun adat.


      BAB II
SISTEM YANG ADA DI KEBUDAYAAN DAYAK
A.    Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dayak
     Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:
1.    Sangiang nayu-nayu (roh baik);
2.    Taloh, kambe (roh jahat).
    Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:
1.    upacara pembakaran mayat,
2.    upacara menyambut kelahiran anak, dan
3.    upacara penguburan mayat.
    Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan yang disebut tambak.
B.    Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Dayak
   Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa Ngaju). Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
C.    Sistem Politik Suku Dayak
     Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada.

D.    Sistem Ekonomi Suku Dayak
     Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampit
Barang hasil anyaman dari rotan yang dibuat masyarakat Dayak.
Gambar 1. Barang hasil anyaman dari rotan yang dibuat masyarakat Dayak. (Niwira.com)
E.    Sistem Kesenian Suku Dayak
     Seni tari Dayak adalah tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan, serta tari balean dadas, bertema permohonan kesembuhan dari sakit, dan tari perang. Rumah adat Dayak adalah rumah betang yang dihuni lebih dari 20 kepala keluarga. Rumah betang terdiri atas enam kamar, yaitu kamar untuk menyimpan alat perang, kamar gadis, kamar upacara adat, kamar agama, dan kamar tamu.

tari perang suku dayak
gambar 2. Seorang anggota Suku Dayak Kenyah melakukan tarian perang selama pertemuan antar kepala Suku Dayak Kenyah di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, Rabu (16/05/2012). Foto: REUTERS/ Yusuf Ahmad

Rumah betang Suku Dayak
Gambar 3. Rumah betang Suku Dayak (Detik.com)



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.        Kesimpulan
      Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:

1. Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat menghargai kebudayaan
    tersebut dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga mereka dan juga orang yang ada disekitar mereka.
 .
2. Sistem kekerabatan suku dayak yaitu menggunakan system parental ( ayah dan ibu) .
B.          Saran
     
          Adapun saran yang penulis sampaikan melalui makalah ini yaitu:
1. Hendakya suku dayak lebih di perkenalkan dan di perluas wawasannya supaya masyarakat umum yang tinggal di Kalimantan Tengah dapat mngerti kebudayaan Kalimantan.
2. Di dalam pelaksanaan pendidikan hendaknya suku dayak di perkenalkan kepada siswa siswi sekolah (SD, SMP, SMA) agar banyak peminat untuk tetap melestarikan dan menjaganya. Karena suku dayak ini adalah ciri khas Kalimantan Tengah.
3. Dalam penyajiannya, hendaknya penyampaian materi lebih singkat tapi jelas dan tidak menghilangkan pokok-pokok penting dalam pembahasan, agar masyarakat dan siswa mudah mengerti dan tanggap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar